Assalamualaiku,wr.wb
Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam dan selamat subuh. Jawab saja sesuai waktu kalian membaca postingan ini.
Seperti biasa, kalau lagi hotspotan dan aku nggak tau mau ngapain pasti aku bakalan nge-blog. Meskipun nggak tau apa yang mau ditulis, tapi aku tetap nge-blog. Mungkin itu alasannya kenapa isi postingan blog ini nggak ada manfaatnya sama sekali. Isinya cuma sekedar curhatan-curhatan aja. Mungkin kalian pikir aku nggak punya diary buat nulis masalah, atau aku caper sengaja nulis disini?
Aku punya diary, dan aku suka nulis diary. Cuma nggak tau kenapa aku juga suka nulis disini. Tapi percayalah apa yang aku tulis disini nggak lah se detail ataupun sekomplit apa yang aku tuliskan di diary. Kalau untuk cari perhatian? Nggak juga. Malah aku bukan tipe orang yang suka di perhatikan. Aku lebih suka sendirian. Jadi aku menulis disini, cuma karena suka aja. Kalau ditanya kenapa bisa suka? Sepertinya diotakku belum ada jawabannya. Jadi aku cuma bisa bilang nggak tau.
Hmm.. Jadi tadi barusan listrik di cafe tempat aku hostpotan ini mati lampu. Jadinya sebelum nulis di blog aku tulis di word. Lalu, datanglah seorang bapak (pemilik cafe) mengatakan untuk menunggu. Karena dia akan menyalakan genset (bener nggak sih? kalau salah maklumi aja yah. soalnya dirumah nggak punya yang begituan. Ha Ha Ha). Sejenak aku
merasa akan menunggu, namun tetap aja di hatiku seperti ada yang berteriak menunggu tidak
ada gunanya. Menunggu hanyalah membuang waktu. Menunggu bukanlah pilihan yang
tepat.
Ntahlah dari mana pemikiran itu lahir. Tapi menurutku,
pemikiran ini ada karena pengalaman yang buruk dalam hal menunggu. Menunggu memang
menyebalkan. Tapi pernahkah kalian merasakan menunggu yang paling menyebalkan
dalam hidup kalian? Contohnya, menunggu seseorang mengatakan perasaannya pada kalian. Pada saat disuruh menunggu saat listrik padam, aku masih bisa menerima meskipun sedikit
kesal. Tapi jika aku disuruh untuk menunggu seseorang untuk mencintaiku lagi,
aku akan berpikir ribuan kali. Sudah berapa tahun sejak aku menyia-nyiakan hidupku
untuk orang yang ingin aku tunggu hatinya terbuka untukku. Namun apa yang
terjadi, aku menunggu hingga 3 tahun. Tapi yang ada, dia malah membuka hatinya
untuk orang lain. Sungguh penantian yang sia-sia.
Aku tidak mau lagi hidup seperti pengemis yang
menyedihkan. Tapi, Tidak. Bahkan aku lebih menyedihkan dari pengemis. Saat
pengemis mengemis didepan orang lain, biasanya akan ada yang mengasihaninya dan
memberikannya sesuatu. Tapi aku? Sekeras apa pun sebenarnya aku berusaha agar
dia melihatku, dan menganggap keberadaanku yang menyukainya, bukannya aku
mendapatkan balasan atau sekedar belas kasihan. Yang kudapat hanyalah Luka.
Luka…
Itulah mengapa beberapa waktu ini, aku berhenti
menunggu seseorang. Aku lebih baik menyangkal. Namun tanpa aku sadari, ada pula
kalanya rasa yang tak bisa disangkal itu datang. Ntah dari mana datangnya,
seperti hantu. Nggak mirip hantu sih, dia lebih menyeramkan dari pada hantu.
Aku lebih takut sama perasaan ini. Kalau hantu, dibacain doa-doa mungkin
hilang. Tapi kalau perasaan ini? Mau dibacain doa apa aja rasa ini tetap akan ada.
Cinta. Rasa itu kembali setelah aku hilangkan dan aku sangkal keberadaannya.
Mr.Cloud. Aku nggak kenal dia sebelumnya, ketemu dia
juga baru 2x itu pun nggak lama. Cuma sekedar say hai dan membicarakan yang
meskipun menurut aku penting tapi mungkin buat dia Cuma angin lalu. Anehnya,
setelah aku resapi dan renungkan kembali rasa ini sudah ada jauh sebelum aku
bertemu dengannya. Bisa dikatakan pertama kali liat fotonya di facebook.
Anehkan? Tapi aku sangkal, sepertinya itu hanya rasa suka. Seperti rasa suka Fans ke idolanya. Dan aku pikir nggak akan jadi
masalah kalau nggak aku bahas-bahas. Tapi semakin ke depan, semakin aku
mengetahui tentangnya, semakin punya kesempatan untuk bertemunya, rasa itu
menjadi menakutkan. Rasa ini masih aku sangkal hingga sekarang. Ini hanya
perasaan suka. Aku baru bisa mengatakan ini cinta jika rasa ini bisa bertahan
selama 3 tahun sama seperti perasaanku dulu ke seseorang yang sekarang berada nun jauh disana.
Lalu apa artinya aku akan menunggu lagi? Tidak. Aku sudah
berjanji tidak akan menunggu lagi. Mari kita mulai dengan permulaan yang baik.
Tentu aku tidak akan menunggu dengan fanatic seperti dulu. Menunggu tanpa mau
mengenal pria lain. Yang ada dikepalaku hanya dia. Aku nggak mau lagi jadi
seperti itu. Tentunya tanpa sengaja, pasti aku akan menyebut sikapku menunggu
Tapi aku tidak ingin seperti dulu. Menanti seperti orang bodoh. Kali ini aku
akan menunggu dengan tidak berharap. Salahku dulu adalah, menunggu sambil
berharap. Fatalnya harapan itu terlalu besar sehingga aku, Terluka.
Harapan memang terkadang membuatmu kuat. Namun
hati-hati juga dengan harapan. Harapan yang berlebihan dapat meninggalkan luka
yang sulit sembuh saat harapan itu terjadi diluar kendalimu. Awalnya akan
terasa kecewa lalu selanjutnya kamu akan terluka dalam tanpa tau kemana kamu
harus mengobatinya. Haruskah kita pergi ke psikolog? Mungkin mereka akan
bilang, kamu sudah gila. Lukamu terlalu dalam. Traumamu menyebabkan beberapa
syarafmu terganggu. Mungkinkah mereka akan mengatakan seperti itu? Aku tidak
tau, karena selama ini aku hanya berusaha mengobatinya sendiri. Karena obat
paling manjur untukku saat itu adalah percaya pada diriku sendiri.
Dengan sisa ketegaran yang ada, aku berusaha percaya
pada diriku. Aku percaya aku adalah orang yang baik, orang yang pantas
mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang aku tunggu selama ini. Jika
dia bisa bahagia, mengapa aku tidak bisa? Hal itulah yang aku tanamkan di
otakku, sehingga perlahan aku sudah bisa mulai membuka semua pemikiran-pemikiran
tentang perasaan. Jika tidak ingin tersakiti lagi, aku harus berhenti berharap.
Berhenti berharap bukan berarti aku harus hidup tanpa harapan. Harapan yang aku
hentikan hanyalah harapan kepada seorang pria yang aku sukai. Mungkin akan
lebih baik, jika sekarang aku mewujudkan harapan orang lain. Harapan seseorang yang berharap
bisa bersamaku, dan membahagiakan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar