The Story I Didn’t Know
Tokyo, Japan
Bulan baru saja meninggalkan langit jepang.
Kini matahari menggantikannya menemani langit biru berhias awan putih. Suasana
kota tokyo pagi ini begitu dingin. Meskipun dinginnya tak sama dengan
Indonesia, tapi tetap saja aku tak bisa mengurungkan niatku untuk pergi
mengelilingi kota Tokyo hari ini. Semilir angin meniup lembut helaian rambutku
dan mataku menatap lurus kedepan. Menatap pemandangan indah kota tokyo di pagi
hari melalui kaca hotel tempatku menginap.
Aku menatap layar ponselku. Ada seseorang yang
kurindukan pada walpaper ponselku. Dia adalah Mario. Mantan terindah juga
mantan terakhir. Hingga sekarang aku masih belum bisa membuka hatiku untuk pria lain. Hanya saja Tuhan begitu sayang padanya, hingga ia begitu cepat
mengambil Mario kesisi-Nya. Seandainya saja Mario masih berada disini. Tentu
aku tak akan merasa sepi selama 2 tahun ini.
Tiba-tiba saja layar ponselku berubah menjadi
wajah sahabatku, Meira. Meira menghubungiku.
“Halo...” jawabku pada meira di seberang sana.
“Sebentar lagi aku sampai di depan hotelmu.
Aku akan menunggu di luar pagarnya saja. Kau bisa menyusulku di depan.” Jawab sahabatku
yang telah tinggal di Jepang selama 2 tahun ini.
“Okey Mei...”
Aku menutup telpon tersebut dan bergegas
memakai jaket tebal yang sudah kusiapkan sejak tadi. Meski udaranya cukup dingin,
Untungnya cuaca hari ini cerah. Aku keluar dari kamar hotel dan menuju lobby.
Sampai disana pandanganku tersita pada seorang pria paruh baya yang sedang
berbicara pada seorang wanita. “rasanya aku pernah melihat orang itu. tapi
dimana ?” aku bergumam dalam hati. Tapi aku lebih memilih tak menghiraukannya.
Lagi pula ini Tokyo. Bukan Jakarta.
Sebuah mobil sedan berwarna putih telah
menunggu di depan hotel. Aku mengetuk kaca pintu mobil tersebut. Setelah
mendapat izin dari pemilik mobil, aku masuk kedalam mobil itu.
“Mau kemana kita hari ini ?” tanya meira yang
sepertinya sedang flu hari ini. Suaranya terdengar sedikit terganggu.
“Eemm.. kemana yah ? oh iya, gue pengen liat Tokyo
Tower. Bisa ?” jawabku bersemangat.
“Okeh.. markina !” jawabnya tak kalah
semangat.
“Apaan tuh Markina?”
“Mari kita Kesana !” jawabnya santai, lalu
disusul dengan tawa kami yang memecah suasana dingin saat itu.
Tokyo Tower, Japan
“Waah.. gila tinggi bener.” Aku keheranan.
“Haha.. biasa aja kali Dhea.”
Aku langsung saja mengeluarkan kamera
kesayanganku. Tentunya aku nggak mau ketinggalan untuk mengabadikan gambar
tower tersebut. Setelah merasa lelah dan sepertinya gambar yang kuambil pun
cukup banyak, kami duduk di salah satu bangku disana.
“Kamu haus ?” meira menebak dari raut wajahku
yang lelah.
“Hehe.. sebenarnya sih iya.” Jawabku malu.
“Yaudah, aku ke minimarket di depan sana. Kamu
tunggu disini yah. Ingat ! jangan kemana-mana.” Pesan Meira.
“Siap boss !!” sambil menaikkan tangan tanda
hormat kepadanya.
Langkah Meira semakin menjauh dariku. Dan aku
sendiri sibuk memandangi gambar-gambar yang ada di kameraku saat ini. Tiba-tiba
seseorang terjatuh di depanku. Aku terkejut. Tapi merasa bersalah lebih
tepatnya. Orang itu jatuh karena tersandung kaki ku yang terlalu panjang menjulur
ke jalan.
Pria
itu berdiri dan menghampiriku dengan tatapan dingin dan sinis. Tapi aku tidak
dapat berkata-kata. Tatapan matanya, ekspresi wajahnya, dan bentuk tubuhnya
seperti nya aku mengenali pria ini.
“Anata no okasan wa shokuhin to shite no take
no ataeta mono o misu, anata no ashi o sore ni sotte sona ndesu ka ?” (Nona,
apa ibumu memberi bambu sebagai makanan sehingga kakimu bisa sepanjang ini ?)
Tanya pria itu dengan pandangan sinisnya.
Aku berdiri dan masih memperhatikan wajah pria
itu. aku seperti tidak yakin dengan apa yang aku lihat sekarang. Tapi
sepertinya ini nyata. Seolah-olah aku melihat Mario hidup kembali. Wajah pria
ini benar-benar tidak berbeda dengan Mario. Apa benar ia Mario ? atau hanya
sekedar mirip ?
“Misu, Naze anata wa tada dama tsu tenai ?
Ayamarubeki !” (Nona, kenapa kau hanya diam saja ? seharusnya kau meminta maaf
!)
“Ada apa nih ?” Meira menepuk pundakku.
Namun sepertinya Meira paham apa yang sedang
kualami sekarang. sehingga ia yang menggantikan aku berbicara dengan pria itu.
“Moshiwake arimasen. Kono josei wa nihongo o
hanasemasen. Kare wa watashi ga arawasu era o shazai shite ita baai.” (Maaf,
nona ini tidak mengerti bahasa jepang. Jika ia punya kesalahan, saya
mewakilinya untuk minta maaf.) Meira membungkukkan badannya. Meskipun aku tak
mengerti apa yang dibicarakan Meira sepertinya dia sedang meminta maaf pada
pria itu.
Setelah mendengar kata-kata Meira pria itu
langsung saja melewatiku dan pergi. Bahkan aku tak sempat menanyakan namanya
untuk memastikan apa dia Mario.
“Loe nggak apa-apa kan ?” tanya Meira cemas.
“Nggak. Tapi itu tadi..”
“Iya, dia mirip Mario. Tapi itu nggak mungkin
Mario, Dhea.”
“Iya, kamu benar. Mario telah pergi. Pergi
untuk selamanya.” Jawabku sedih.
“Yasudahlah, tujuan kamu kesini untuk have fun
kan ? bukan murung begini ?” Meira mencoba menghiburku.
“Iya..” jawabku tersenyum.
“Nih minum dulu.” Meira memberikan minuman
yang baru saja ia beli tadi.
Tanpa terasa malam sudah menjemput kami.
Sehingga kami harus pulang ketempat masing-masing. Hembusan angin malam saat
itu benar-benar membuat bulu kudukku merinding karena begitu dingin. Suhu kota
Jepang benar-benar berbeda dari Jakarta. Aku turun dari mobil Meira tepat di
tempat saat ia menjemputku tadi.
“Makasih ya Mei, udah mau nemenin gue jalan-jalan
hari ini.” Ucapku sambil menutup pintu mobil.
“Iya sama-sama. Kalau butuh apa-apa jangan
sungkan yah buat nelpon gue.” Jawab Meira.
“Iya. Hati-hati Mei.”
“oke. Gue balik yah. Bye.”
Aku menelusuri lobby hotel dan menekan tombol
lift dan menunggu. Saat pintu lift terbuka aku memasukinya dan diikuti beberapa
orang yang akan naik melalui lift yang sama denganku. Di dalam lift yang berisi
7 orang ini aku melihat seorang wanita yang sedari tadi memperhatikanku
dalam-dalam.
“Kamu dari Indonesia ?” Akhirnya perempuan ini
membuka pembicaraan setelah memperhatikanku lama. Perempuan ini berparas cantik
dan mengenakan gaun malam hitam. Ia menegurku dengan bahasa indonesia. Bisa aku
tebak mungkin dia juga WNI sepertiku.
“Iya..” sambilku mengangguk.
“Kita satu pesawat saat menuju kesini. Kamu
ingat ?”
Aku mencoba mengingat kembali suasana saat aku
berada di pesawat ketika akan menuju ke Jepang. Tapi belum sempat aku berhasil
mengingat, perempuan itu memberikan kartu namanya.
“Aku Kesya Ananda. Aku bekerja di hotel ini
sebagai asisten manager. Bila ada sesuatu di hotel ini, kamu bisa
menghubungiku.” Dia memperkenalkan dirinya.
Aku menerima kartu nama tersebut dan
mengucapkan terima kasih. Setelah pintu lift tebuka, aku melanjutkan
perjalananku kembali ke kamar hotel. Saat di kamar, aku kembali mengingat
kejadian tadi pagi. Wajah pria yang menyerupai mario itu benar-benar menyita
pikiranku. Tapi sepertinya rasa lelahku lebih berharga dibandingkan pemikiran
itu. Sebaiknya aku tidur saja. Apalagi hari sudah larut.
Aku merebahkan tubuhku di kasur yang berlapis
sprai berwarna putih dan dilengkapi selimut berwarna emas ini. Mencoba melepas
lelah seharian ini. Kini saatnya aku terlelap. Good bye today, and welcome
tomorrow...
Hari ke 2, Tokyo, Japan
Hari ini tak ada rencanaku untuk
berjalan-jalan. Mungkin aku akan beristirahat saja hari ini. Lagi pula aku
masih punya waktu 10 hari lagi disini. Apalagi Meira hari ini sudah masuk
kerja. Meira adalah sahabatku sedari kecil. Ia melanjutkan kerja nya di Tokyo
sejak 2 tahun lalu. Sejak kematian Mario, Meira juga meninggalkan aku ke Tokyo.
Hidupku saat itu benar-benar menyedihkan. Kehilangan 2 orang yang aku sayang
dalam waktu yang bersamaan. Namun aku sudah janji sama mario, akan hidup
bahagia meskipun dia udah nggak bisa nemenin aku lagi. Mario tutup usia karena
penyakit kelainan jantung. Sejak umur 5 tahun, Mario sudah mengidap penyakit
itu. dia tidak bisa bermain bebas seperti anak-anak sebayanya. Aku mengenal
Mario sudah lebih dari 22 tahun selama aku hidup. karena Mario juga merupakan
teman kecilku. Ia tinggal di depan rumahku, dan begitu beranjak dewasa, kami
menjadi sepasang kekasih. Seharusnya kisah kami bisa menjadi lebih indah dengan
menjadi sepasang suami istri. Hanya saja Tuhan tak mengizinkan.
Tingtong.. TingTong..
Suara bel kamarku berbunyi. Aku bergegas
membuka pintu. Dan ternyata..
“Selamat pagi nona..” sapa perempuan berambut
hitam panjang di depanku ini.
“i..iya.. kamu..”
“iya, saya Keysa yang kemarin memberikan kartu
nama. Boleh saya berbicara dengan anda ?”
“iya boleh. Tapi saya ingin pergi mencari
sarapan.”
“kita bicarakan di restaurant lantai 5 saja.
Disana menu sarapannya lebih enak disini.” Jawabnya meyakinkan aku.
“baiklah..”
Meskipun aku tidak tau apa yang sebenarnya
ingin dibicarakan wanita ini, namun aku mengikuti langkahnya saja.
Saat
sampai di restaurant yang ia maksud, aku sedikit terpesona dengan tempat ini.
Restaurant ini benar-benar dirancang untuk dikagumi banyak orang. Tak lama kami
duduk, seorang pelayan datang
menghampiri kami.
“selamat pagi nona, silahkan memesan makanan
yg anda inginkan? sapa nya ramah dalam bahasa jepang.
Karena aku belum begitu mengerti dengan
makanan jepang, aku menyerahkan pada Keysa saja untuk memesan makanannya.
Setelah kami memesan makanan, pelayan itu pergi.
“apa yang ingin kamu bicarakan padaku ?”
tanyaku penasaran.
“kau, benar-benar tidak mengingatku ?”
tanyanya dengan wajah yang sedikit murung.
“maaf,.. tapi..”
“baiklah, mungkin ini sudah waktunya kamu
tau.” Dia memotong pembicaraanku sebelumnya.
“tau apa ?” aku semakin penasaran.
“kau mengenali Rava ?” dia menanyakan
seseorang padaku.
“Rava?” aku berusaha mengingatnya. Tapi
sepertinya aku tak pernah mempunyai teman dengan nama Rava.
“tidak. Aku tidak punya teman yang bernama Rava.” Aku meyakinkannya.
“kau yakin ?”
“iya..”
Tiba-tiba saja Keysa merogoh kantung bajunya
dan mengluarkan selembar photo dan memberinya padaku.
“ini Rava..”
Aku mengambil photo itu dan melihatnya begitu
lekat.
“Mario ! ini Mario ! Mario ! dari mana kau
mendapatkan photo ini ?”
Tanpa sadar aku menangis. Bagaimana bisa orang
asing ini mengenali Mario ? siapa dia ? Apa yang dia lakukan dengan Mario ?
Keysha kembali merogoh kantung bajunya dan mengeluarkan selembar photo lagi. Ia
kembali menunjukkan photo itu kepadaku. Aku mengambilnya dengan sedikit
keraguan. Keysa hanya diam saja.
Sekarang
gambar yang ada dihadapanku adalah 3 orang anak kecil yang sedang bermain. Aku
heran memandanginya. Tapi, bukan kah ini photo ini juga ada dirumah ku ? tapi,
kenapa wanita ini juga punya ?
“aku, kakaknya Mario. Kau ingat ?” lagi-lagi
ia mengatakan hal yang mengagetkanku.
“apa ?”
“difoto itu, ada aku, Mario dan kamu. apa kamu
tidak mengingatnya ?”
Aku berusaha mengingatnya dan tiba-tiba saja
kepalaku pusing, dan potongan-potongan saat kami bertiga di photo itu seperti
berputar. Kepalaku begitu sakit hingga aku mencengkram rambutku sendiri.
“kamu tidak apa-apa dhea ?” Keysa
mencemaskanku.
Tapi kemudian Keysa hanya seperti bayangan dan
lama-kelamaan pandanganku gelap dan tubuhku lemas. Lalu aku tak tau apa lagi
yang terjadi.
Sebuah
helaian lembut dari tangan seorang wanita mengusap keningku. Ketika aku membuka
mata jelaslah bahwa itu Keysa. Dia tampak senang melihatku membuka mata.
“kau sudah bangun ? kau tidak apa-apa ?”
sepertinya ia khawatir terhadapku.
“iya, aku tidak apa-apa.” Jawabku lemas.
“istirahatlah dulu..”
Sepertinya ia begitu tahu bahwa sekarang
tubuhku benar-benar lemah. Menggerakkan jari pun aku begitu sulit. Aku
memejamkan mataku dan menarik nafas dalam-dalam. aku mencoba menenangkan
pikiranku, agar pusing di kepalaku ini bisa cepat hilang.
Seseorang
keluar dari kamar mandi kamarku. Meski dalam keadaan mata tertutup tapi aku
bisa merasakan bahwa tidak hanya Keysa yang berada di kamarku.
“dia sudah sadar ?” orang itu bertanya pada
Keysa. Dan suara itu suara perempuan.
“iya.. tapi ia tertidur kembali.”
“seharusnya ini tidak terjadi bila kamu tetap
merahasiakan hal itu padanya.”
Aku bingung mendengar membicaraan mereka.
Rahasia ? apa yang mereka rahasiakan dari ku ? karena begitu penasaran aku
membuka sedikit mataku untuk melihat siapa yang diajak Keysa bicara.
“bukankah kau tau, bahwa aku paling tidak suka
urusanku di campuri. Sekali lagi kamu mencampuri urusanku, lihat saja. Apa yang
akan aku lakukan padamu.”
Nada wanita itu seperti mengancam Keysa. Dan
perempuan itu ternyata, Meira. Ada apa dengan Meira. Apa hubungan Meira dan
Keysa sebenarnya. Mengapa mereka berbicara begitu serius ? apa yang mereka
berdua rahasiakan ?
“sebaiknya kita tidak berbicara disini.” Keysa
mengangkat langkahnya dan menuju keluar pintu. Begitu pula Meira mengikuti
langkahnya.
Meskipun keadaanku masih dalam keadaan yang
lemah, tapi keinginanku untuk tahu lebih besar dari pada kepedulianku untuk
istirahat. Dengan langkah yang berat aku berusaha keluar kamar. Untung saja aku
tidak kehilangan jejak mereka. Masih bisa kulihat kelibat mereka yang berbelok
ke arah kanan. Setelah menghentikan langkahnya aku pun ikut berhenti dan
mencari tempat persembunyian yang tepat agar pembicaraan mereka bisa kudengar
dengan jelas. Tepatnya dibalik tiang besar yang tertutupi oleh pot.
“Apa rencanamu kali ini ?” Keysa membuka
pembicaraan.
“tidak ada, aku hanya ingin kamu tetap tutup
mulutmu dan biarkan waktu berjalan seperti semula.” Jawab Meira dengan tatapan
sinisnya.
“Apa kau tidak merasa berdosa telah memisahkan
mereka Mei ?” Keysa bertanya dengan wajah yang tidak kalah sinis.
Aku masih dalam ruang persembunyianku dengan
berbagai jenis tanda tanya. Apa maksud Keysa ? Siapa yang mereka pisahkan ?
“Tidak ! kami saling mencintai. Seharusnya
kami bisa bersatu sedari dulu, hanya saja Dhea menjadi penghalang terbesar
cinta kami.” Tatapan Meira begitu kosong. Hanya saja ketika menyebut namaku,
wajahnya berpaling ke Keysa dengan tatapan yang berapi-api.
“Kami ?!! Cinta kami ?!! kamu salah ! Mario
tidak pernah mencintaimu ! Dhea adalah orang yang paling dia cintai !” Keysa
menaikkan volume suaranya.
“haha.. Apa ? Cinta? Buktinya dua tahun lalu
Mario mengikuti rencanaku dengan patuh. Dia pergi bersamaku ke Jepang. Dan
sekarang, kedua orang tua nya telah merestui kami. Sepertinya dia telah lupa dengan Dhea.”
“kau salah Mei ! Mario mengikutimu karena
ancamanmu atas keluarga Dhea. Bukankah itu sudah cukup menjadi bukti bahwa
Mario mencintai Dhea ?!!”
Meski masih dalam ruang persembunyian, namun
aku telah mengerti apa yang mereka bicarakan. Pada intinya Mario masih hidup
dan berada di jepang. Kembali aku teringat akan kejadian kemarin. Saat aku
bertemu dengan orang yang begitu mirip dengan Mario. Aku rasa dia benar-benar
Mario. Kini rasa keingintahuanku sudah tak dapat terbendung. Aku memutuskan
untuk keluar dari persembunyian ini dan segera bertanya apa yang sebenarnya
terjadi. Namun niat itu aku urungkan. Karena tiba-tiba saja seorang pria paruh
baya menghampiri mereka berdua.
“Apa yang sedang kalian lakukan
disini ?" tanya pria itu dengan bahasa jepang.
“tidak ada Ayah, hanya membicarakan
kabar. Karena akhir-akhir ini kami jarang bertemu." Jawab Keysa.
“baiklah kalau begitu. Oh iya,
kemarin di loby hotel aku melihat seorang wanita yang begitu mirip dengan Dhea.
Apa sahabatmu itu sedang berada di tokyo ?"
Dapat aku lihat raut wajah Keysa dan Meira
saat itu betul-betul terlihat bingung dan salah tingkah.
“Ya Ayah, dia berada di Tokyo. Kemarin aku
bertemu dengannya di Tokyo tower” Jawab seorang pria yang mengenakan setelah
jas berwarna hitam putih dan wajahnya sudah tak asing lagi bagiku. Dia adalah..
Mario. Aku begitu terkejut melihatnya. Ternyata pria itu benar-benar Mario. Dia
mengenaliku saat berada di Tokyo Tower.
“benarkah ?” jawab Ayah Mario.
“Ya, aku sengaja menabraknya agar aku bisa
memastikannya.” Mario menjawab dengan wajah yang begitu dingin.
“lalu, kau berbicara padanya ?” tanya Ayahnya
lagi.
“Tidak, seseorang menghalangiku untuk
berbicara padanya.” Jawab Mario dengan tatapan tajam ke arah Meira.
“ohh begitu. Baiklah. Maaf mengganggu
perbincangan kalian tadi. Aku kesini mencarimu Keysa. Sebentar lagi kita ada
meeting dengan pemilik saham hotel.”
“baiklah Ayah..”
Keysa berjalan mengikuti langkah kaki ayahnya.
Sedangkan Meira tinggal berdua dengan Mario.
“Nanti malam akan ada acara makan malam di
kantorku, kau pergilah bersamaku.” Ajak Meira.
“Bagaimana nanti kau akan memperkenalkan aku
dengan rekan-rekanmu ? Apa kau akan memperkenalkan aku sebagai kekasihmu,
sebagai temanmu, atau sebagai musuhmu ?” jawab Mario sambil memasukkan tangan
kanannya ke saku celana.
“Suka atau tidak, Mau atau tidak, aku tidak
perduli. Aku akan menunggumu di Apartement ku. kalau tidak kau akan tahu
akibatnya."
Meira langsung saja
pergi dan memencet tombol lift yang kebetulan tak jauh dari tempat Mario
berdiri. Setelah Meira masuk ke lift, Mario berjalan kearah tempatku
bersembunyi dan tiba-tiba saja menarik lenganku. Aku sempat meronta melepaskan
tangannya. Tapi tenaganya begitu kuat. Sehingga kondisiku yang masih lemah tak
dapat melepas cengkraman tangannya pada pergelangan tanganku. Dia membawaku ke
sebuah ruangan. Bisa ku tebak ini ruangan tempatnya bekerja. Dia melepaskan
cengkramannya dan membalik tubuhnya ke arahku. Aku menatap matanya yang lembut.
Mata kami saling bertemu. Seolah-olah kami saling berkomunikasi melalui mata.
Tiba-tiba saja ia memeluk tubuhku erat. Seakan-akan tak ingin melepaskanku
lagi. Begitu pula aku, aku membalas pelukannya yang hangat itu.
“Kamu kah ini Mario ? ini bukan mimpi kan ?
kamu masih hidup ?” tanyaku dalam pelukannya.
“Iya Dhea, ini aku. Aku masih hidup.” jawabnya
lembut sambil melepaskan pelukannya.
“bagaimana mungkin kau bisa hidup ? bukankah
kau sudah..”
“ssstttt..” mario memotong pembicaraanku dan
menyetuh bibirku dengan jari telunjuknya.
“jika aku sudah mati, lalu siapa yang ada di
depanmu ini ? Hantu ?”
Aku tersenyum mendengar kata-katanya.
“lalu ? bagaimana semuanya bisa terjadi ?”
tanyaku penasaran.
“ceritanya terlalu panjang. Aku akan
menjelaskan padamu saat waktunya tiba nanti.” Jawabnya sambil memegang
pundakku.
“mengapa aku harus menunggu ?”
“tunggulah sampai keadaan benar-benar tepat.
Tolong saat kita bertemu nanti, anggap saja kau lupa padaku. Tidak
mengenaliku.” Jawabnya dengan tatapan yang begitu lembut.
“Apa ? kenapa harus begitu ?” tanyaku heran.
“kau akan mengerti. Sekarang, kembalilah ke
kamarmu. Istirahatlah, aku dengar kau pingsan tadi.” Jawabnya cemas.
Aku mengikuti sarannya dan keluar dari ruang
itu. meskipun setiap langkahku menuju kamar penuh dengan berbagai pertanyaan,
namun aku harus mengikuti kata Mario agar merahasiakannya.
Langkah kakiku tertahan saat aku merasakan
bahwa aku tak berjalan sendiri di koridor hotel ini. Aku menoleh kebelakang.
Namun tak ada seorang pun dibelakangku. Aku curiga namun tetap berjalan dan
menghiraukannya. Aku mengeluarkan ID card untuk membuka pintu kamarku namun
tiba-tiba saja seseorang membekap mulutku dan membawaku pergi ntah kemana. Aku
tak tau. Karena ia membekapmu dengan obat bius.
Saat sadar aku sudah berada di sebuah gedung
tua yang aku tak tau dimana. Suasananya gelap juga kumuh. Tak ada orang disini.
Namun mulutku masih terbekap dengan plaster hitam dan juga tanganku diikat
kebelakang di sebuah tiang. Tiba-tiba dua orang pria masuk ke ruangan itu.
tubuh mereka begitu tinggi dan kekar. Meski tidak tau siapa mereka namun aku
bisa menebaknya mereka adalah orang jahat. Tiba-tiba saja salah satu diantara
mereka menyiramku dengan air dari ember yang mereka bawa. Aku tak tau air apa
yang ada disana, namun yang jelas air ini sangat bau dan rasanya aku ingin
muntah. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa. Berbicara pun aku tak bisa.
Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan
itu. karena terlalu gelap aku tidak bisa melihat jelas orang itu. setelah ia
berdiri di tempat yang memiliki penerangan barulah aku tahu siapa dia. Meira !
ya, itu Meira. Sahabat terbaikku yang begitu baik. Namun sekarang, membunuhnya
pun aku rela. Dia menghampiriku dan mencabut plaster yang ada di mulutku dengan
kasar.
“DAMN !! apa-apaan ini Meira ? kenapa kamu
giniin aku ?” aku bertanya dengan penuh kemarahan.
“kenapa ? kenapa ? kenapa ? aku bahkan tidak
tahu kenapa. Karena kamu memang tidak punya kesalahan.” Jawabnya enteng.
“lalu ?”
“Dhea.. seandainya aja kamu tidak ikut campur
dalam masalah percintaan aku dan Mario pasti semuanya nggak akan begini.”
“maksud kamu ?”
“Seandainya kamu tidak pindah ke Jakarta, kamu
tidak akan bertetangga dengan Mario dan kemudian membuat Mario jatuh cinta
padamu pasti kamu tidak akan begini. Dan kita masih akan tetap bersahabat.
Namun sayangnya, semua ini sudah terjadi.”
“Siapa kamu ? Meira yang aku kenal bukan
seperti ini. Meira yang aku kenal dia selalu lembut, baik, dan peduli padaku.
Meira yang aku kenal dia selalu menghiburku saat hubunganku dengan Mario sedang
dalam masalah. Bukan Meira yang sekarang.”
“Iya, Meira yang dulu memang baik dan lembut.
Terlalu baik lebih tepatnya. Tapi bagaimanapun juga setiap manusia bisa
mengalami perubahan bila mengalami guncangan pada hidup yang sebelumnya. Meira
yang sekarang adalah Meira calon istrinya Mario !” jawabnya sambil memainkan
rambutku.
“maksudnya ?”
“Aku dan Mario dilahirkan di rumah sakit yang
sama dan di tanggal yang sama. Dan Ayahku dan ayahnya adalah sahabat dekat.
Setelah aku dan Mario lahir, Ayahku dan ayahnya berjanji akan menjodohkan kami.
Namun karena Ayahku pindah tugas, kami pindah ke Kalimantan. Setelah aku
berumur 12 tahun, kami kembali ke Jakarta. Dan saat pertemuan keluarga, betapa
kecewanya Ayahku mendengar pernyataan Mario yang menolak perjodohan kami dengan
alasan dia sudah punya pacar. Jika kamu yang berada di posisiku, bagaimana
perasaanmu melihat orang tua mu di permalukan seperti itu ?”
“tapi Mei..”
“gue belum selesai cerita !!” Meira
membentakku. Sepertinya dia benar-benar sedang marah. Belum pernah aku melihat
tatapan kebencian seperti itu dari mata Meira.
“Setelah ayahku mencari tahu siapa wanita yang
sedang bersama Mario, perlahan ayahku mencoba membujukku untuk mencari pria
lain. Namun aku tetap nggak bisa. Aku menyukai Mario sejak pertama kali kami
bertemu, di taman Ancol saat ia jatuh menabrak kakiku. Persisi dengan apa yang
terjadi denganmu saat di Tokyo tower kemarin. Setelah lulus SMP, aku
mengikutimu dengan masuk ke SMA yang sama denganmu dan mulai mendekatimu. Lalu
aku mulai tahu, bahwa ternyata ayahmu adalah bawahan dari Ayahku.”
“jangan-jangan Ayahku di pecat...”
“iya, karena kamu ! karena kamu dan Mario !
coba aja kalau kamu nggak punya hubungan dengan Mario. Tentunya nggak akan
begini kan ?”
“Meira kamu jahat.. kamu..”
“iya, Aku memang Jahat. Jika kau takut larilah
keujung dunia, dan tinggalkan Mario denganku.”
“nggak, aku nggak akan ninggalin Mario !”
jawabku tegas.
“kalau begitu, terimalah takdirmu disini !
membangunkan Mario yang sudah mati saja aku mampu, apalagi mematikan bakteri
pengganggu seperti mu ini ? bukanlah hal yang sulit bagiku.”
“bagaimana cara kamu membawa Mario ke jepang
?”
“ohh iya, aku melewatkan bagian itu. caraku ?
gampang ! dengan cara mematikannya sebentar lalu menghidupkannya lagi.”
“aku tidak bodoh ! kau bukan Tuhan !!”
“haha.. kau pikir Dukun tidak mampu
melakukannya ? di dunia ini apa yang tidak bisa kita beli dan perbuat hanya
membeli bumi ini Dhea. aku hanya perlu memberikan ramuan yang menyebabkan Mario
mati suri atau sementara, lalu setelah penguburannya selesai, aku bergegas
menggali makamnya dan mengganti mayatnya dengan mayat orang lain. Lalu keesokan
harinya Mario sadar, dan aku langsung membawanya ke Jepang untuk melakukan
pengobatan agar mario sembuh. Dan keberangkatan itu diikuti dengan kedua orang
tuanya juga kakaknya. Dan saat sampai disana, aku dengar orang suruhanku
berhasil melakukan tugasnya. Kamu kecelakaan setelah meminum ramuan lupa
ingatan.”
“jadi kamu...”
“namun sepertinya ramuan itu tidak bekerja
dengan baik. Ramuan itu tidak bisa melupakan cintamu terhadap Mario. Namun dua
tahun belakangan ini, aku bisa tenang. karena seluruh keluarga Mario dan
keluargamu berada di bawah pengawasanku. Mereka tidak akan bisa bergerak
sedikit pun untuk memberi tahukan masalah ini terhadapmu, sampai aku sendiri
yang membuka. Bahkan tembok di dekat mereka pun mempunyai telinga dan selalu
melaporkan tingkah mereka kepadaku.”
“sekarang apa yang kamu mau ?” jawabku lemah.
“membunuhmu ! aku tidak suka ada penghalang di
antara aku dan mario !”
“Bunuhlah..” jawabku pasrah.
“kenapa kau begitu pasrah ? apa kau sudah
bosan hidup di dunia ini ?” tanyanya sambil mendekatiku.
“Tidak ! Hanya saja aku ingin bertemu dengan
Tuhan dan menyampaikan padanya agar ia mengutukmu di dunia ini. Kau ! tidak
akan pernah bahagia dengan Mario ! meskipun kau bangga telah mendapatkannya,
namun aku tahu, ada rasa sakit hati yang luar biasa di dalam hatimu. Karena kau
tak pernah mendapatkan hatinya. Kau hanya mendapatkan raga nya, namun tidak
untuk jiwanya. Apa kau masih bisa hidup bahagia bersama orang yang hatinya mati
terhadapmu ?” aku memandangnya lekat-lekat.“kau, hanya akan menyiksa dirimu
sendiri..."
“Beraninya kau berbicara seperti itu !”
tiba-tiba saja Meira mengeluarkan pistol dari saku jaketnya.
Aku pasrah
memandangi Meira. Aku tahu capat atau lambat Meira pasti akan membunuhku.
Meskipun belum sempat mengucapkan selamat tinggal pada ayah dan ibu, namun aku
yakin kami pasti akan bertemu di surga nanti. Aku menutup mataku, sambil
menunggu pelatuk pistol itu ditarik oleh Meira. Dia telah mengarahkan pistol
itu ke kepalaku. Dan, terdengarlah suara tembakan yang memenuhi gedung ini.
Namun aku tak merasakan sakit pada bagian tubuhku. Yang aku rasakan hanya cipratan
darah yang mengenai wajahku. Aku membuka mataku perlahan. Terlihat dua orang
yang menyiramku dengan air aneh tadi disana. Salah satu dari mereka memegang
sebuah pistol dan aku melihat kebawah, ternyata Meira telah jatuh tersungkur
dengan luka tembakan di bagian lengannya. Aku terkejut dan ketakutan.
“kalian siapa ? kenapa kalian menembak Meira ?
bukankah kalian..”
Mereka mulai mendekatiku dan aku semakin
ketakutan. Tetapi saat mendekat, mereka melepaskan ikatanku.
“Pergilah, bos kami telah menunggumu.” Kata
salah satu pria.
“kamu, orang indonesia ?” aku bertanya heran.
Karena jika dilihat, pria ini benar-benar berparas Jepang.
“Silahkan lewat sini nona..” mereka
mempersilahkanku untuk mengikuti mereka.
Sampailah kami di depan gedung. Dan disana telah
ada Keysa yang langsung menghampiri dan memelukku.
“kamu tidak apa-apa kan Dhea ?” tanya nya
cemas.
“tidak..”
Tiba-tiba saja seseorang memeluk kami berdua.
Dia adalah mario.
“Kamu..”
aku melepaskan pelukan keysa lalu memeluk Mario.
“kamu nggak apa-apa kan ?” tanya mario.
“iya, aku nggak apa-apa..”
“Ciyee yang balikan...” goda keysa.
“kamu bisa aja key..” jawabku malu-malu.
“balikan ? emangnya kita pernah putus ?”
protes Mario.
“haha.. iya deh!”
“ngomong-ngomong kamu udah ingat sama aku Dhea
?” Keysa kembali mengingatkanku untuk mengingatnya.
“Ya, aku ingat. Kamu kakak Mario yang selalu
memberiku boneka barbie dulu.” Jawabku puas karena telah berhasil mengingatnya.
“bagus !” katanya sambil menepuk kepalaku.
Hari ke-3 Tokyo, Japan
Rintik salju tengah turun di tokyo saat ini.
Aku menengadahkan kepalaku ke langit. “Terima kasih Tuhan. Kau menyelesaikan
semuanya dengan baik dan kau telah mengembalikan Mario ke sisiku. Terima
Kasih.”
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar