Secret feeling
"Aku bukan Menangisi Perpisahan,
Tapi menyesali Pertemuan.
Untuk apa takdir mempertemukan kita,
Bila hanya untuk berpisah pada akhir cerita ?"
Bulan Sabit malam ini tampak indah. Bintang bintang yang
bersinar terang melengkapi indahnya langit. Suasana itu di nikmati seorang
gadis cantik bernama Diana dari balkon rumahnya. Tiba tiba Handphone diana
berdering dari atas meja. Ternyata sahabatnya si Centil Lila yang menelpon.
“Haloo la . . Ada apa ??” tanya diana.
“Sorry yaah din gue ganggu loe malam-malam. Gue Cuma mau
nanya tadi loe ada minjem buka Pr Matematika gue nggak?”
“aahh . . nggak ada tuuh la. Coba cari sama Asri mungkin.”
“iyaa deh, ya udah thanks yaah Diana ..”
“iyaa...”
Setelah menutup telpon diana langsung kekamarnya. Sampai
dikamar diana tampak pucat dan ia berjalan terhuyung sambil memegang kepalanya.
Dengan cepat tangannya membuka laci meja dan mengambil beberapa butir obat,
lalu meminumnya. Diana menarik napas lalu membaringkan badannya dan tertidur.
Hari sudah
pagi. Hari ini adalah hari minggu. Waktunya anak anak sekolah bersenang
hati. Tapi, tidak bagi diana. Dia duduk
di balkon rumahnya. Ia menatap sebuah tiket yang ada di tangannya. Tiba tiba
sang kakak memeluknya dari belakang...
“dek, kakak udah urus semua surat surat pindah kamu. Minggu
depan kita pergi yaah?”
“mama berangkat juga sama kita?”
“nggak.. mama ntar nyusul setelah beberapa hari.”
“Ohh.. “
“kok kamu nggak semangat gitu dek? Ini kan demi kebaikan mu
juga.”
“kebaikan? Kebaikan apa kak ? knpa sih mama sama kakak maksa
aku buat operasi di Singapore ? padahal kan kalian tau, aku bakalan kehilangan
memoriku untuk selamanya. Dan bahkan aku nggak akan ingat sama kalian juga.”
“iya dek, kakak tau. Kakak juga sebenarnya tidak ingin itu
terjadi. Tapi itu lebih baik dari pada kakak dan mama harus kehilangan kamu
untuk selamanya. Sudah cukup kami kehilangan papa. Kami nggak bakal rela jika
harus kehilangan kamu lgi.”
“tapi, apa juga gunanya kalau aku hidup harus dari awal ?
percuma kan kak ? tetep aja aku harus say good bye sama cita cita aku !!”
“tapi, setidaknya kamu masih ada dengan kami.”
Kak Sera sang kakak diana memeluk diana dan menangis. Ia tau
betapa beratnya hidup yang harus dilalui sang adik. Menghapus banyak kenangan
dari memorinya bukanlah hal yang mudah diterima adiknya.
Setelah
kakak nya pergi, diana masuk ke kamar dan membuka sebuah kotak yang berisi
beberapa foto seorang pria. Pria itu adalah “Rian arizal Septiawan”. Sudah lama
diana menyukai Rian. Tapi, karna sang sahabat, Asri yang juga menyukai Rian,
dan juga karna diana tau hidupnya tidak bertahan lama, Diana mengalah dan
membantu Rian dan asri berpacaran.
“gue bakal pergi dan melupakan elo Rian. Makasih udah pernah
singgah, menjadi inspirasi dan juga jadi penyemangat hidup gue selama ini.”
Diana tersenyum dan menutup kembali kotak itu. Tiba tiba
sang mama mengetuk pintu.
“diana...buka pintunya sebentar sayang.”
“iya maa... sebentar.”
Diana membukakan mama nya pintu. Dilihatnya mama membawa kan
sesuatu untuknya. Seperti biasa pastinya itu adalah segelas air putih dan
beberapa obat yang harus dimakan diana pagi ini.
“niih obatnya. Ntar kamu makan yaa. Mama mau belanja
sebentar. “
“iyaa maa.”
Diana masuk kembali ke kamarnya. Ternyata diana tidak
memakan obatnya. Ia malah membuang obatnya ke toilet.
“gue benci harus makan obat tiap hari. Percuma aja kalau
pada akhirnya tetap sama gue bakal mati digerogoti penyakit sialan ini!!” diana
menangis.
Tiba tiba,
sebuah suara keras mengaggetkan diana. Diana berhati hati keluar dari toilet
dan ia mendapati sebuah sandal jepit tergeletak rapi di atas tempat tidurnya.
“waaah . . siapa nih yang ngelempar sendal ke sini ? dasar
sinting !!”
Bergegas diana keluar balkon rumahnya dan mendapati rendi
tetangganya sedang berada di bawah.
“wooyy di . . gue udah ketok pintu sampai tangan gue pegal,
knpa nggak dibukain?”
“yaah sabar dong. Trus ngapain loe ngelempar sandal jepit
keramat loe itu ke kamar gue?”
“yaah biar loe sadar aja kalau ada manusia yang nggak
dibukain pintu.”
“ihh . . tunggu gue disitu.”
“eehh tunggu dulu.. sandal gue mana? Balikkin dulu. Jangan
loe simpan simpan.”
“iddihh.. siapa juga yang mau nyimpan sandal jepit elit loe
itu !! Niih gue balikin!! Besok besok klau ada uang, beli sandal yg baru. jangan
beli kerupuk udang melulu. Badan loe tuuh udah kyak kertas kelindes kereta api
tau nggak !!”
Diana bergegas turun dan membukakan rendi pintu.
“ada apa sih loe tiba tiba kerumah ? kesambet apaan ?”
“yaah gue Cuma mau ngejenguk elo. Katanya loe sakit.”
“tau darimana ?”
“dari nyokab loe. Gue perhatian kan di?”
“seraaaah loe deeh. Gue mau istirahat niih.”
“ya udaah deeh.. loe istirahat aja, gue udah seneng kok
liyat loe dan juga bisa ngebukain gue pintu.”
“huuuhh... yaa udaah
deeh nggak usah ngegombal. Udh cepetan pulang, gue mau tutup pintu niih.”
“iya iyaa. Bye di..”
Rendi pulang dan diana kembali kekamarnya.
Hari minggu tlah berlalu, kini hari senin pun tiba. Hari
pertama di bulan Mei, diana pergi kesekolah, dan terpaksa memberi tahukan ke
dua sahabatnya bahwa ia akan pindah ke Singapore. Tentu saja ke dua sahabatnya
itu tidak terima dengan keputusan diana. Tapi, sepertinya keputusan diana sudah
bulat, hingga ke dua sahabat nya hanya bisa pasrah ditinggal diana.
Bel istirahat pertama tiba. Dari kejauhan, tampak Rian pacar Asri berjalan menuju kelas Asri.
“Haii di...” ia menyapa diana dengan senyumnya yang manis itu.
“iyaa.. mau nyari asri yaa? Dia nggak disini, katanya tadi
ke kantin.”
“ohh .. emm .. gue denger loe mau pindah ke yaa? Knpa di ?”
“iya. Nyokab gue mau cari suasana baru, dan dia juga
berencana mau buka cabang untuk bisnisnya disana. Emang kenapa ?”
“aahh nggak. . tadi gue liyat asri kayaknya sedih banget
dengan rencana loe itu.”
“oohh gituu.. ya udaah deh, kalau gitu gue ke perpustakaan
dulu yaa. Mau balikin buku.”
“ohh iyaa deeh”
Saat melewati Rian, hati diana yang tadinya senang karna ia
pikir Rian mencemaskan rencana keberangkatannya, kini berubah menjadi sedih.
Karna ternyata Rian mencemaskan keadaan asri yang akan dia tinggalkan. Yah,
memang seharusnya seperti itu. Sadarlah Diana, dia pacar Asri sahabatmu.
Sepeninggalan diana. Rian berbisik dalam hati,
“Seandainya aja elo yang jadi milik gue di...”
Satu hari
sebelum kebrangkatan diana. Sebelum pulang diana berpamitan dengan
teman-temannya, kepala sekolah, dan para guru. Setelah berpamitan dengan
semuanya. Ia dan kedua sahabatnya menuju ke belakang sekolah. Disana mereka
bercerita untuk terakhir kalinya dengan diana sambil mengangis bersama.
“di, kenapa sih loe harus ikutan pindah sama nyokab loe ?
kan gpp kalau loe tetap disini. Ntar kalau loe udah lulus baru loe nyusul
kesana.”
“gue nggak bisa nolak sri, lagian kan loe tau yang sekarang
nyokab gue punya hanya gue dan kak sera.”
“tapi, loe bakal balik lagi kesini kan di ?”
“iyaa... ntar kalau liburan gue ke sini deeh. Tapi, kalian
janji kan nggak bakal ngelupain gue?”
“pasti dong di.. masa sahabat sebaik loe kita lupain.”
Diana masih berpikir dengan ucapannya tadi. Diana meyakinkan
kedua sahabatnya untuk tidak melupakannya, sedangkan ia mungkin akan lupa
dengan mereka, dan apa yang terjadi hari ini, mungkin tidak akan pernah ada
diingatannya saat bangun setelah operasi nanti. Disaat itu Rian dan Agung
melihat mereka.
“gung, besok dia mau pergi looh, knpa loe blom juga nembak
dia? Ntar nyesal loh?” desak Rian pada agung sahabatnya.
“nggak deh riz, gue nggak berani. Kalau emang jodoh pasti
ntar ketemu lagi.”
“pasrah amat sih hidup loe!!”
Dalam hati Rian benar benar menyesal dengan katakata sahabatnya
itu. Dia sudah merelakan Diana untuk sahabatnya, tapi Agung malah lebih memilih
diam dan tak berbuat apaapa untuk mencegah kepergian diana.
Sampai di
parkiran diana mencari kakaknya yang katanya sudah ada di parkiran.
“Diana ....” teriak sebuah suara. Ternyata itu Rian.
“Iya, ada apa ?”
“ini ...” Rian memberi sesuatu pada diana.
“ini apa ? dari siapa ? dari asri ? kok dia nggak ngasih
sendiri ke gue ?”
“bukan di, ini dari...gue sendiri. Eeh
iyaa.. Udah dulu yaa gue buru buru. Jangan lupa dibuka yaa isinya.”
Diana masih diam dan tampak bingung. Tiba tiba dari arah
belakang kakaknya mengagetkannya.
“Hayooo...tadi itu siapa ? yaaah di kasi kado. Hahaa..”
“iihh apaan sih.. udah yuk balik.”
Mereka meuju ke mobil dan kembali kerumah.
Sampai dirumah diana kembali
merapikan tas tas yang akan dia bawa besok. Tibatiba dari arah belakang
seseorang menutup matanya. Ternyata itu Rendi.
“heeeyy apa apaan sih loe ?”
“haaii di .. lagi
sibuk yaah. gue bantu yaah?”
“bantu ? loe mau bantu apaan? Nggak perlu !!”
“jutek amat loh. Gue kan kesini mau ngeliyat elo sbelum loe
berangkat besok. Lagian pasti bakal
sepi deeh nggak ada loe.”
“apa? Sepi ? baru ini gue liyat loe mewek gitu?”
“iya dong di, ntar klau loe pergi siapa lagi yang gue
jahilin, siapa lagi yang cerewetin gue kalau lagi kerupuk udang, trus siapa
lagi yang seenaknya jewer kuping gue.”
“yaa ampuunn ren, santai kali. Ntar kan gue balik kesini
lagi. Yaah tapi, pastinya loe harus bantu gue ingat sama loe.”
“iyaa itu pasti.”
“berapa lama loe disana?”
“nggak tau..”
“ntar sebelum operasi loe kirim e-mail dulu yaah ke gue,
minta do’a gitu sama gue.”
“iyaa iyaa oke ... baweell deeh loe. Udah deeh bantuin gue
turunin nih koper yaa.”
“siip..”
Malam
tiba, setelah makan malam bersama rendi pulang, diana melihat ibunya sedang
duduk di teras belakang. Diana menghampiri ibunya.
“ma..diana mau bicara sebentar. Boleh?”
“iyaa sayang. Sini duduk samping mama.kamu mau bicara apa?”
“ma.. kalau diana nanti nggak ingat apaapa lagi, mama gimana
?”
“mama pasti bakalan berusaha membuka memori kamu yang baru.
Nanti saat kamu selesai operasi dan kamu sadar, mama bakalan berusaha jadi
orang pertama yang kamu lihat.”
“tapi ma, kalau seandainya operasi itu gagal dan diana harus
pergi mama gapapa kan ?”
“kamu bicara apa sih nak? Itu nggak boleh terjadi. Mama akan
lakuin apa aja untuk menyembuhkan kamu.”
“tapi, kita nggak tau takdir. Diana hanya bertanya sama mama
jika memang diana pergi nanti, mama nggak apa apa kan? Diana nggak mau ngeliyat
mama sedih, jika itu benar terjadi. Apalagi kalau mama nggak bisa mengikhlaskan
diana. Diana bicara begini karena diana takut jika hal itu terjadi diluar
dugaan dan tiba-tiba”
Ibu diana tidak dapat menjawab perkataan anaknya, ia memilih
untuk memeluk anaknya itu dan menangis.
Hari keberangkatan diana tiba. Diana tampak pucat pagi itu.
Matanya tampak bengkak karna menangis. Sampai di bandara, diana duduk sambil
membuka hadiah yang diberikan Rian untuk nya. Dan ia membaca kembali surat yang
Rian berikan padanya. Surat itu berisi tentang perasaan Rian selama ini ke diana.
Ternyata Rian juga menyukai diana, hanya saja Rian mengalah demi Agung yang
juga menyukai diana, dan Rian lebih memilih menuruti perkataan diana untuk
berpacaran dengan Asri. Awalnya Rian setuju karna ia berpikir jika berpacaran
dengan Asri nnti dia masih bisa dekat dengan diana. Tapi, Rian salah justru
diana semakin menjauh.
Disurat
itu Rian membuat diana harus memilih. Jika diana menyukai nya diana akan pergi
ke tempat pertama kali mereka bertemu. Rian akan menunggunya disana. Diana
masih bingung sampai pada akhirnya kakaknya mengajak nya untuk ke pesawat karna
waktu keberangkatan mereka segera tiba. Sampai di pesawat diana tidak dapat
duduk dengan tenang. Akhirnya diana meminta izin kepada kakak nya untuk ke
toilet. Tapi, saat pesawat akan lepas landaspun diana tak kembali. Tiba tiba
saja seorang pramugari memberi sesuatu kepada kak sera. Kak sera langsung kaget
saat membaca sebuah surat yang dititip kan diana kepada seorang pramugari itu.
“Diana nggak bisa pergi sekarang. Diana masih ada urusan. Maafin
diana kak.”
Kak sera pun bergegas turun dari pesawat dan berlari mencari
diana. Tapi, terlambat diana sudah menaiki sebuah taxi dan menuju tempat Rian.
Dilain
tempat, Rian masih menunggu diana yang belum juga datang. Ia tau bahwa hal yang
ia harapkan tidak mungkin dapat terjadi. Tapi, Rian tetap saja menunggu dan
berharap diana akan datang.
Diana sampai ditempat itu. Rian tampak cemas menunggu diana.
Desiran ombak pantai seperti memberi tahukan Rian atas kedatangan orang yang ia
tunggu. Karna tiba tiba saja Rian melihat ke arah diana. Rian berlari
menghampiri diana. Dan kemudian memeluknya. Diana yang saat itu benar benar
tampak pucat, tiba tiba saja hidungnya mengeluarkan darah segar. Rian tampak
begitu cemas melihat diana. Tapi diana mencoba menenangkan Rian dan mengajaknya
duduk di tepi pantai yang sepi itu.
“diana.. kamu nggak apa apa ?”
“nggak apa apa kok. Ini udah biasa.. “
“makasih yaah di udah mau datang kesini ?” ucap Rian sambil
tersenyum.
“iya, tapi kedatangan gue kesini bukan karena gue membalas
perasaan loe, tapi karna gue ingin mewujudkan keinganan terakhir gue.”
“keinginan terakhir ? keinginan apa?”
Tiba tiba dari belakang terdengar suara ...
“Diana .. Rian ..”
Ternyata itu Lila dan asri, sebelum diana pergi menemui Rian
dia ternyata sudah memberi tahu asri dan lila untuk pergi kesana juga.
“diana kok loe nggak jadi berangkat?”
“diana pindah ke samping asri, dan merebahkan bahunya di
samping asri.”
“sri, ingat nggak pertama kali kita ketemu sama Rian disini,
elo adalah orang yang paling sibuk memperhatikan dia. Apalagi saat loe tau
kalau Rian itu anak baru diskolh. Loe bahkan minta bantuan sama gue buat cari
tau semua tentang Rian. Tapi loe tau nggak sri itu adalah kesalahan terbesar
yang pernah loe buat. Karna gara gara itu, gue jatuh cinta sama dia. Awalnya
memang gue nggak rela kalau loe sama Rian, tapi setelah tau gue di vonis dokter
mengidap penyakit Kanker otak stadium akhir, gue terpaksa harus say good bye
buat perasaan gue. Dan impian gue hanya satu yaitu bikin loe jadian sama Rian.”
Asri yang mendengar pernyataan itu dari diana langsung
menangis ..
“apa? Maksud loe? Jadi slama ini loe bohong sama gue. Knpa
loe nggak pernah bilang ?”
“untuk apa gue bilang, selama gue masih bisa ikhlas gue
bakal memendam perasaan gue dalam-dalam, sampai saat nya tiba gue kasih tau
elo. Dan ini lah saat nya sri. Gue nggak mau pergi dengan kebohongan yang gue
pendam.”
“di, maavin gue, gue benar benar nggak tau apa apa.
Seharusnya gue cari tau tentang perasaan loe. Gue emang bukan sahabat yang
baik. Maavin gue di.”
“udh laa sri. Smua udah terjadi. “
“di, maksud keinginan terkhir yang loe bilang ke gue tadi
apa?” Ria angkat bicara.
Diana diam sejenak menarik nafas nya.
“keinganan gue, disisa hidup gue ini, gue mau melihat tempat
ini untuk terakhir kali bersama kalian dan mengungkap kan semuanya. “
Tiba tiba diana batuk dan mengeluarkan darah. Tapi, ia tetap
saja melanjutkan pembicaraannya tanpa memperdulikan kecemasan ketiga orang
disampingnya itu.
“dan gue mau ngeliyat asri sama yoriz berjanji disini. Gue
dan lila yang akan jadi saksi.”
“janji apa di?”
“nggak di nggak.. maksud loe apa ? kok loe ngomong udah kyk
mau mati sih?. Nggak di, kita masih bisa samasama. Sekarang ayoo kita kerumah
sakit. Ayoo di ..” lila yang dari tadi hanya menangis kini angkat bicara.
“nggak lila.. gue nggak mau . gue mau disini, gue ngerasa
tenang disini. “
Diana menarik tangan Asri dan Rian.
“kalian janji yaah tetap samasama. Soalnya kalian tau gue
udah berkorban perasaan demi kalian, jadi apapun yang terjadi kalian harus
tetap samasama. Tidak mudah mengorbankan perasaan. Maka kalian jangan sia-sia
kan hubungan kalian. Jangan sering bertengkar lagi okey ?”
Asri menangis dan memeluk diana. Kalung yang yang diberikan
Rian untuk diana kini diana memasangnya di leher sahabatnya itu.
“ini apa di?”
“dipakai yaah... jangan dilepas.. anggap aja ini hadiah dari
gue untuk hari Ultah loe 2 hari lagi. Maaf gue nggak bisa datang..”
“Lila...jangan cengeng atau manja lagi yaah.”
Lila mengangguk lemas, darah segar mengalir kembali dari
hidung diana, hingga akhirnya suasana hening di pantai itu menjadi pecah oleh
suara tangisan ke 3 remaja yang kehilangan sahabat mereka....
Sebuah Acara pemakaman sederhana berlangsung di sebuah pagi
yang lembab. Hari tampak mendung dan gerimis.
“kalau diana masih ada, dia pasti senang banget ngeliyat
gerimis.” Asri berbisik dalam pelukan Rian.
Dan dari kejauhan tampak ibu diana menangis dalam pelukan Sera.
Gerimis
kini berubah menjadi hujan. Sepertinya hari juga menangis karna kehilangan
gadis cantik sebaik diana. Tampak para pelayat pergi satu persatu. Pada
akhirnya hanya diana lah yang tertinggal sendiri di rumahnya yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar